Setiap Tahun 60 Juta Barang Cross Border Masuk Indonesia
Wahana Berita – Berdasarkan laporan dari Direktorat Bea dan Cukai Kementerian Keuangan, Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah (UKM) mengungkap ada 60 juta per tahun barang cross border yang masuk ke Indonesia. Cross border adalah barang impor yang dijual langsung oleh pedagang luar negeri kepada konsumen dalam negeri.
“Kemarin pada saat pembahasan kami mendapatkan informasi dari teman teman bea cukai itu 60 juta paket setahun masuk ke kita dari luar negeri, dari cross border,” kata Asisten Deputi Pembiayaan dan Investasi UKM Deputi Bidang UKM KemenKopUKM Temmy Satya Permana dalam acara d’Mentor detikcom, ditulis, Jumat (25/8/2023).
Terkait negara asal, Temmy enggan menyebutkan dari mana barang-barang cross border tersebut. Ia hanya menyebutkan jenis barang yang masuk ke Indonesia, mulai dari pakaian hingga kosmetik.
“Memang ada pemasukan dari pengenaan pajak dan lain-lain, tetapi paling tidak produk-produk ini sebetulnya bisa buat. Produk-produk yang fesyen banyak, baju, (kosmetik?) iya,” ungkapnya.
Ia juga menyebutkan barang-barang yang masuk melalui cross border ini juga dominan di bawah harga US$ 5. Untuk itu, pemerintah akan membatasi harga barang impor dalam skema cross border tidak boleh di bawah US$ 100 atau setara Rp 1,5 juta.
“Memang barang yang diperjual belikan itu US$ 5 rata-rata,” tuturnya.
Temmy juga mengatakan batasan harga itu untuk semua jenis barang jadi, mulai dari fesyen atau pakaian, kosmetik, hingga sepatu. Batasan harga itu untuk benda yang masuk melalui skema cross border alias pedagang dan barangnya langsung dari luar negeri.
“Yang kita buat ini kan yang direct ini cross boder yang perdagangnya luar negeri, barangnya dari luar negeri, masuk,” tegas dia.
Akibat buntut dari maraknya pedagangan online yang menjual barang impor, diberlakukanlah batasan harga barang impor secara online. Barang tersebut dijual langsung dari pedagang luar negeri dengan harga yang sangat murah. Hal ini yang dinilai menjatuhkan produk dalam negeri karena kalah saing terkait harga jual untuk produk sejenis.
Peraturan tersebut nantinya akan tercantum dalam revisi Peraturan Menteri Perdagangan atau Permendag Nomor 50 mengatur ketentuan Perizinan Usaha, Periklanan, Pembinaan, dan Pengawasan Pelaku Usaha dalam Perdagangan Melalui Elektronik (PPMSE).
Sumber: detikfinance